Monday, December 2, 2019

SEJARAH MENES DAN PENINGGALAN NYI PARUNG KUJANG


Sejarah Menes Pandeglang banten



Menes berasal dari kata KAMONESAN, kata dasar mones, yang memiliki makna, kepandaian, kecerdikan, keanehan, kemulyaan dan kemasuran. Menes mempunyai banyak sejarah, hal ini dapat dilihat dari banyak peninggalan-peninggalan yang terdapat di Menes dari Zaman Megalitikum, Zaman Purba, Zaman Hindu-Budha, Zaman Kesultanan Islam hingga Zaman Penjajahan.
Zaman Megalitikum, Purba, Hindu-Budha
Di Menes terdapat situs peninggalan zaman Megalitikum yang disebut situs saghiank dengdek di lereng gunung pulosari, yang diprediksi berumur 4500 SM (sebelum masehi), Prasasti Batu Go'ong Citaman peninggalan kerajaan Hindu-Budha, yang sampai sekarang belum ada yang dapat memperkirakan usia batu tersebut. Prasasti Batu Tulis Muruy, masyarakat mempercayai bahwa batu tersebut bertuliskan arab pada zaman keislaman, situs Alaswangi dan situs talaga yang berada di tegal baros merupakan benda sejarah megalitikum. Susunan batu datar berbentuk memanjang dengan sebuah singgasana batu. Sandaran singgasana batu berbentuk segilima, saat ini dalam keadaan miring. Penduduk setempat menyebut altar itu leluhur Menes.
Zaman Kesultanan
Sedangkan pada zaman kesultanan banyak terdapat masjid-masjid yang dibuat pada zaman itu sekitar abad 14 Masehi, yang usianya ratusan tahun. Selain itu di Menes banyak pondok pesantren salafiah yang masih mengakar, hingga tahun 1990-an hampir di tiap kampung diberbagai desa terdapat pondok pesantren salafiah yang usianya telah turun temurun, namun kini pesantren itu telah banyak ditinggalkan, dan ada pula yang beralih fungsi. Selain itu terdapat pula batu nisan yang usianya ratusan tahun. Diantaranya makam:
·        Syech Holil
·        Syech Kibuyut Tanding di Kadu Semar Desa Sukamanah
·        Syech Abdul Ghani Bima Menes
·        Tumenggung Muhammad Menes
·        Nyi Parung Kujang di Cisaat Desa Alaswangi
·        Ki Kabayan di Citangkil Desa Cigandeng

Zaman Kolonial
Bentuk peninggalan zaman Belanda adalah berupa Kewadanan yang berdiri di pusat kecamatan yang sekarang dijadikan sebagai kantor kecamatan. Dibangun pada Abad ke 18, tahun 1848an setelah gunung Krakatau Meletus.
·        Gedung Panjang sebagai markas para prajurit kolonial,
·        Gedung Pendopo Kecamatan Menes yang dibangun tahun 1848
·        Alun-alun Menes berada dititik pusat kota,
·        Eks Gedung Sipir Belanda
·        Eks Rumah Dinas Komisaris Kepolisian Kolonial,
·        Stasiun kereta api di Kampung Benteng, dan rel yang panjang. Rumah-rumah peninggalan zaman belanda yang masih ada disekitarnya,
·        Sebuah Tower Ringgo yang terletak di depan kantor telkom dan polsek menes, dan masih banyak peninggalan lainnya.
·        Dulu pada tahun 90-an masih ada sebuah meriam didepan kwadanaan Menes yang menghadap ke Alun-alun
Berdasarkan Staatsblad 1874 No. 73 Ordonansi tanggal 1 Maret 1874, mulai berlaku 1 April 1874 menyebutkan pembagian daerah, diantaranya Kabupaten Pandeglang dibagi 9 Distrik atau Kewedanaan sebagai berikut :
·        Kewedanaan Pandeglang
·        Kewedanaan Baros
·        Kewedanaan Ciomas
·        Kewedanaan Kolelet
·        Kewedanaan Cimanuk
·        Kewedanaan Caringin
·        Kewedanaan Panimbang
·        Kewedanaan Cibaliung
·        Kewedanaan Menes
Kewedanaan Menes membawahi beberapa Kecamatan, diantaranya Saketi, Jiput, Picung, Bojong, Munjul, Pagelaraan
Desa-desa di Menes
Desa di Kecamatan Menes terpecah menjadi beberapa desa, ketika pemekaran kecamatan beberapa desa telah terambil oleh kecamatan lain, seperti kecamatan Pulosari terdiri dari desa Banjarwangi, desa Koranji, desa Karyasari. Kecamatan Cikedal terdiri dari desa Tegal, desa Karyautama, Kecamatan Cisata.Desa Yang ada di Menes terdiri dari 12 desa
·        Desa Menes
·        Desa Purwaraja
·        Desa Alaswangi
·        Desa Tegalwangi
·        Desa Kananga
·        Desa Cilabanbulan
·        Desa Sindangkarya
·        Desa Cigandeng
·        Desa Sukamanah
·        Desa Kadu Payung
·        Desa Muruy
·        Desa Ramaya
Kesenian dan KebudayaanSeni dan Kebudayaan turun-temurun
·        Pencak Silat
·        Kuda Lumping
·        Terbang
·        Pantun Beton
·        Debus
·        Rampak Bedug
·        Wayang Golek
·        Arak-arakan Tahun Baru Hijriah
 Permainan tradisonalPermainan anak-anak Menes pada waktu kecil, banyaksekali macam ragamnya, diantaranya adalah:
·        Bebeledogan
·        Gatrik
·        Pepeletokan
·        Kukudaan
·        Ucing Bacak
·        Aaroan (Aro-aroan)
·        Gobag
·        Maen Yeye
·        Beklas (bekel)
·        Susumputan
·        Adu Bentar
·        Babadean Manggu
·        Maen Gundu
·        Maen Karet
·        Lalayangan/Peteng
·        Jajangkungan
·        Ngaloco
Nyi parung kujang



Tari Nyi Parung Kujang ini merupakan karya seni tari kreasi baru yang terinspirasi dari sejarah cerita rakyat wilayah Pandeglang tepatnya di Desa Alaswangi Kampung Tegal Cisaat Kecamatan Menes. Masyarakat Pandeglang sendiri belum banyak yang mengetahui berbagai cerita rakyat yang berasal asli dari wilayah Pandeglang, kebanyakan masyarakat Pandeglang masih mengetahui cerita rakyat umum saja, termasuk cerita Nyi Parung Kujang ini belum banyak diketahui sebelumnya. Nyi Parung Kujang merupakan puteri di Kampung Tegal Cisaat yang memiliki kecantikan luar biasa, Nyi Parung Kujang juga memiliki rambut yang sangat panjang sehingga tidak bisa menyisir rambutnya sendiri dan harus dibantu oleh para dayangnya. Kecantikan dan rambut panjang yang dimiliki oleh Nyi Parung Kujang ini tidak lantas mendapatkan keberuntungan namun malah mendatangkan petaka, yakni Nyi Parung Kujang meninggal karena terlilit oleh rambutnya sendiri yang pada saat sedang disisir terseret oleh "gerombolan kerbau "(sumber : sejarah lisan warga cisaat)". Hal inilah yang menjadikan Kampung Tegal Cisaat memiliki tempat yang diberi nama Sigar Gantar yaitu tempat dimana Nyi Parung Kujang selalu menyisir rambutnya. Sejarah ini pula yang menjadi alasan mengapa warga yang tinggal di wilayah Kampung Tegal Cisaat tidak boleh memanjangkan rambutnya. Kesakralan, kelembutan, dan kesaktian sebagai Puteri titisan Raja Galuh yang hidup dibawah kaki gunung Pulosari Pandeglang Banten, membawa obsesi sebuah kerasnya kehidupan menjadi gambaran dalam tarian Nyi Parung Kujang. Tarian ini diambil dari gerak dasar tari rakyat, silat Patingtung, Rudat dan dikolaborasi dengan pengolahan property sobrah dan tari kreasi yang mengakar pada tradisi daerah Banten. Konsep garapan musik dalam tarian ini mengambil esensi pada perpaduan kesenian khas Banten, seperti kesenian Terebang Gede, Beluk, Goong Patingtung, Rudat, Hadroh, pengolahan gamelan salendro, serta Lagu daerah Banten. Tari Nyi Parung Kujang memang memiliki ciri khas Banten yang dapat terlihat dari musik serta gerak yang digunakan, hal ini bertujuan untuk menciptakan warna baru khas Banten dalam tari Nyi Parung Kujang. Tarian ini ditarikan secara berkelompok dan memiliki karakter tarian halus dan lincah. Tari Nyi Parung Kujang pernah tampil diberbagai event yang ada di Banten maupun diluar Banten seperti pada acara Surabaya Expo 2016, menjadi 13 penyaji terbaik Parade Tari Nusantara TMII 2015, juara 1 dan juara favorit lomba tari tradisional tingkat provinsi Banten 2016, serta masih banyak festival lainnya. Inilah yang menjadi alasan mengapa RA tertarik untuk mengangkat sejarah cerita rakyat Pandeglang ini untuk dijadikan tarian agar mesyarakat Banten khususnya Pandeglang dapat mengetahui sejarah cerita rakyat yang ada di wilayahnya. RA termotivasi membukakan mata generasi muda yang ada di wilayah Pandeglang akan keberadaan cerita rakyat Pandeglang yang belum banyak diketahui, maka dari itu cerita Nyi Parung Kujang ini dipilih untuk dijadikan sebuah karya yang dapat menjadi edukasi sekaligus hiburan bagi para penikmatnya. Cerita rakyat Nyi Parung Kujang menjadi inspirasi besar bagi RA dalam menciptakan setiap gerakan yang dibuatnya dalam tarian ini. Gerak-gerak yang ada dalam tari Nyi Parung Kujang mengandung arti dan makna yang erat kaitannya dengan cerita kehidupan yang dilalui Nyi Parung Kujang dalam melewati kerasnya kehidupan. Kesenian khas Banten turut serta terlibat didalam tarian ini, seperti kesenian Rudat dan Silat Patingtung. gerak yang diambil dari kesenian rudat menggambarkan bagaimana masyarakat Banten yang begitu religious dengan populasi agama islam yang cukup besar akibat pengaruh Kesultanan Banten zaman dahulu. Perpaduan kesenian silat Patingtung pun tidak lepas dalam garapan tarian ini, Pandeglang yang memang dikenal sebagai kota santri dengan banyaknya perguruan silat Islam didalamnya menjadi alasan mengapa RA memasukkan kesenian silat ini kedalam garapan tarinya. Dalam garapan tari Nyi Parung Kujang terdapat pula gerakan tradisional yang diambil dari gerak-gerak tari rakyat dan tidak lupa pula dalam tarian ini mengandung gerak-gerak tari kreasi yang mengakar pada tradisi Banten. Pada intinya setiap gerak yang ada dalam tarian ini menjelaskan cerita yang ada dan bagaimana mitos yang ditinggalkan tetap berkembang sampai saat ini. selain itu nyi parung kujang berkata kepada keluarganya " sagoreng-gorengna turunan aing mah sanajan cicing dimamanageh bakalan dipikasima kubatur"(sumber : sejarah lisan warga cisaat)

Sumber :



No comments:

Post a Comment

SEJARAH MENES DAN PENINGGALAN NYI PARUNG KUJANG

Sejarah Menes Pandeglang banten Menes berasal dari kata KAMONESAN, kata dasar mones, yang memiliki makna, kepandaian, kecerdikan, ...